Kamis, 03 Juni 2010

Koran Se- Indonesia

Koran Daerah

Sumatera




Jawa & Bali




Nusa Tenggara




Kalimantan



Sulawesi


Papua




Jawa & Bali




Nusa Tenggara




Kalimantan



Sulawesi


Papua




Jawa & Bali




Nusa Tenggara




Kalimantan


Sulawesi


Papua

Selasa, 01 Juni 2010

Dicopot Mendadak, Lurah di Siantar Jadi Korban Politik Akibat Pemilukada

Jansen
Para perangkat Kelurahan di Siantar yang menyatakan mundur akibat Lurahnya dicopot tanpa alasan yang jelas
PEMATANGSIANTAR (EKSPOSnews) : Kondisi perpolitikan di Kota Pematangsiantar menjelang 35 hari pelaksanaan Pemilukada semakin memanas.

Ini terbukti, sekitar tujuh orang Lurah di Kota Pematangsiantar, Selasa (4/5) diganti secara mendadak, tanpa diketahui apa alasan dan penyebabnya. Diduga mereka (para lurah) diganti karena tidak mampu mengarahkan perangkat Kelurahan dalam mengakomodir kepentingan calon incumbent yang maju pada Pemilukada Pematangsiantar 9 Juni mendatang.

Irwansyah Saragih yang sebelumnya menjabat Lurah Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba, Rabu (5/5) mengatakan, pihaknya menjadi korban politik menjelang Pemilukada ini, dan menilai pencopotan tersebut kemungkinan karena tidak mampu merangkul pihak-pihak untuk kepentingan tertentu.

“Tidak tahu pemberitahuan akan diganti, apa alasannya tiba-tiba dicopot dan kemana ditempatkan, sepertinya ini di non jobkan,” ujarnya.

Irwansyah mengatakan, tidak mengetahui apa kesalahanya, dimana sebelumnya telah bertugas di Kelurahan Tanjung Pinggir kurang lebih selama satu tahun yang juga bagian dari daerah pemekaran.
Menurutnya, selama ini telah ada peningkatan dalam pelayanan terhadap masyarakat. Dijelaskannya di wilayahnya terdiri dari lingkungan I dan II. Dijelaskannya di lingkungan II, perangkat Kelurahan seperti Ketua Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), dan Kepala Lingkungan (Kepling) tidak bisa merangkul dan mengkordinir masyarakat di daerah tersebut, sehingga dirinya langsung diganti.

Dia juga menambahkan sekitar 21 orang perangkat Kelurahan akan mengundurkan diri, karena ada penilaian dengan Lurah baru, maka otomatis mereka juga nantinya akan diganti.

Sementara itu, Djaludin Silalahi sebelumnya Lurah Nagapitu, Kecamatan Siantar Martoba mengatakan, terkejut saat mengetahui informasi dirinya akan diganti.

Dikatakannya, sebelumnya Senin (3/5) ada rapat dengan Camat, Sekcam di kantor Kecamatan, dimana dia diperintahkan agar menggantikan semua perangkat Kelurahan di Nagapitu karena dinilai tidak dapat diarahkan.

“Kemungkinan karena permintaan itu saya tolak makanya langsung diganti,” ujar pria yang telah menjabat selama satu tahun sebagai Lurah Nagapitu tersebut.

Menurutnya, tindakan walikota tersebut dinilai sewenang-wenang, karena tanpa ada pemberitahuan langsung dicopot tanpa melalui mekanisme. Djaludin mengatakan, pencopotan ini telah dipertanyakan alasannya pada Wakil Walikota  Drs Imal Raya Harahap, namun tidak ada jawaban pasti.

Dia juga mengaku hingga saat ini belum ada menerima Surat Keputusan (SK) pemberhentian dirinya sebagai Lurah Nagapitu yang juga bagian dari daerah pemekaran tersebut.

Sementara itu, dicopotnya Lurah Nagapitu ini membuat perangkat Kelurahan membuat pernyataan pengunduran diri. Sekitar 31 orang perangkat Kelurahan Nagapitu ini menilai tidak ada alasan yang jelas mengapa Lurah mereka diganti.

Ketua RT 002, Rudi Damanik mengatakan, percopotan Lurah tersebut dinilai mendadak, sehingga pihaknya kecewa atas kebijakan Walikota Ir RE Siahaan. Termasuk kesewenang-wenangan Camat Siantar Martoba, Sofian Purba mencopot perangkat Kelurahan.

“Artinya kami diangkat oleh masyarakat, tetapi Camat justru melakukan pencopotan semaunya,” ujarnya.

Dia juga mengaku selama ini perangkat Kelurahan diarahkan untuk melanjutkan pemerintahan sekarang, termasuk untuk memilih serta mengakomodir kebijakan walikota.

“Kami seperti dipaksakan selama ini untuk mendukung pemerintahan yang dipimpin walikota. Kami juga siap mengundurkan diri dari jabatan, karena menilai kebijakan mencopot Lurah itu sewenang-wenang,” ungkapnya.

Sementara itu, Walikota  RE Siahaan yang dikonfirmasi melalui pesan singkat terkait pencopotan sejumlah Lurah yang dinilai sewenang-wenang dan menjadi korban politik, tidak ada memberikan jawaban.(jansen).

Walikota Siantar Bersikukuh Ruislag SMA-4

Walikota Siantar Bersikukuh Ruislag SMA-4

Kontroversi seputar tukar guling (ruilslag) gedung SMAN-4 dan SDN 122350 Pematang Siantar hingga kini belum menemui titik terang. Walikota Pematang Siantar RE Siahaan tetap bersikukuh untuk memindahkan proses belajar mengajar ke lokasi gedung yang baru di Jalan Gunung Sibayak.
Orang nomor satu di Pemko Siantar itu bahkan berdalih pihaknya tidak pernah berkeinginan merusak citra Siantar sebagai kota pendidikan. RE Siahaan berkeyakinan program ruilslag yang sudah mendapat dukungan DPRD Siantar tahun 2007 lalu akan membawa dampak positif bagi kemajuan pembangunan pendidikan dan sektor-sektor lainnya di kota berpenduduk sekitar 250 ribu jiwa itu.
Komitmen walikota tersebut bahkan mendapat sinyal dari kalangan wakil rakyat Komisi A dan E DPRD Sumkatera Utara. Namun mereka berharap RE Siahaan mampu bersikap bijaksana dan tidak gegabah dalam melaksanakan proses ruilslag tersebut.
Jangan gara-gara persoalan tukar guling dua sekolah yang terkesan begitu terburu-buru, citra kota Siantar yang selama ini dikenal sebagai kota pendidikan menjadi rusak.
Pernyataan tesebut merupakan poin dari butiran saran dan usulan Komisi A dan E DPRD SU ketika menemui RE Siahaan di Kantor Pemko Siantar, Sabtu. Kedatangan wakil rakyat tersebut guna mencari solusi persoalan ruilslag SMA negeri 4 dan SD Negeri 122350 yang terletak di Jalan Pattimura Pematang Siantar.
Ruilslag dua sekolah yang rencananya akan dijadikan hotel berbintang lima, hingga terpaksa memindahkan sekolah tersebut ke Jalan Gunung Sibayak, mengundang hujatan para siswa, guru orangtua siswa maupun masyarakat.
“Kekacauan ini terjadi hanya karena kurangnya sosialisasi pihak pemerntah Siantar kepada masyarakat, ruilsagh jika sesuai prosedur memang bukan hal yang harap.
Namun sosialisasi juga perlu hingga tidak terkesan terburu-buru dan gagah-gagahan hingga mengundang kecurigaan di tengah-tengah masyarat,” cetus anggota komisi A H Raden Muhammad Syafii.
Pertemuan itu selain menghadirkan Komisi A dan E DPRD SU juga dipimpin Wakil Ketua DPRD SU Japorman Saragih. Sedangkan anggota dewan yang hadir yakni, Ketua Komisi E Budiman P Nadapdap, Ketua Komisi A H Hasnan Said serta sejumlah anggota dewan yakni Edison Sianturi, Effendi Naibaho, Syukron Tanjung, Rinawati Sianturi, Abul Hasan Harahap, Darwis dan Toga Sianturi.
Menurut Raden Syafii ruislagh belakangan memang menjadi monster di tengah-tengah masyarakat. Ruilslag bahkan dianggap identik dengan korupsi. Namun euporia berbahaya yang bisa mengakibatkan suasana menjadi tidak kondusif ini terjadi hanya karena kurangnya sosialisasi.
“Pemko terkesan teruburu-buru karena adanya MOU yang memang harus diselesaikan dengan pihak ketiga, maka dibuatlah cara-cara orde baru dengan gagah-gagahan, dengan cara mengusir, mengosongkan  malah pakai pengawalan segala. Padahal cara-cara ini sangat berbahaya,” kata politisi Partai Bintang Reformasi ini.
Sehingga untuk mengembalikan suasana kondusif di Pematang Siantar yang juga ekses dari ruilsag SMA 4dan SD 122350 kalangan Wakil Rakyat DPRD SU sepakat mengusulkan agar Pemko Siantar mengembalikan segala mobiler yang telah dikosongkan.
Proses belajar mengajar pun agar dibiarkan tetap berjalan di sekolah yang lama di Jalan Pattimura sembari melakukan sosialisasi dan menyelesaikan proses ruislagh secara legal sebagaimanan mestinya. “Ruilslag memang bukan hal yang haram, namun perlu dilakukan sebagaimana mestinya,” ujar Japorman Saragih.
Dia meminta agar Pemko melakukan sosialisasi dan pendekatan persusasif kepada masyarakat, sembari menjelaskan sisi  yang akan menuai manfaat lebih bagi masyarakat jika ruilslag tetap harus dilakukan.
“Jika Walikota bisa melakukannya dengan sangat arif dipastikan citra kota pendidikan di Siantar tak akan rusak, bahkan RE Siahaan akan dikenal sebagai tokoh pendidikan di daerah ini,” ujarnya.
Sayangnya RE Siahaan malah tetap bersikeras untuk melakukan pengosongan dua sekolah di jalan Pattimura itu, dengan berdalih pihaknya tetap menjunjung tinggi proses belajar mengajar di Kota itu.
“Proses belajar mengajar tidak akan terganggu, dan kita telah menyediakan sekolah pengganti yang lebih layak yakni di Jalan Gunung Sibayak. Pada kesempatan itu RE juga menjelaskan gambaran-gambaran gedung sekolah serta fasilitas yang diberikan kepada para siswa, bahkan pihaknya juga telah menambah sekolah pengganti lainnya yakni SMA Negeri 5 di Jalan Medan-Pematang Siantar.
Menurut RE Siahaan proses ruilslag juga telah dilakukan melalui berbagai proses,termasuk persetujuan izin prinsip dari DPRD Pematang Siantar yang ditandatangani Lingga Napitupulu hingga penunjukan dari Depdagri. Bahkan telah dilakukan penilaian asset dari pihak konsultan independen.
Dia juga mengaku heran ketika Ketua DPRD tersebut justru kini menganggap ruilslag menjadi masalah bahkan mengancam ingin mencabut kembali tandatangan persetujuannya.
“Saya yakin kebijakan ruilslag ini sama sekali tidak akan mengganggu bahkan akan memajukan proses pendidikan yang ada di pematang Siantar, seuai juga yang menjadi visi misi saya ketika mencalonkan diri menjadi walikota pada 2005,’ paparnya.

Catatan Perlawanan Sosial di Kota Siantar

Oleh : Ulfa Ilyas dan Rudi Hartono

Pergolakan politik sedang berkembang di Siantar, Sumatera Utara, saat ini, sejak beberapa kebijakan pemerintah kota mendapatkan kritik dan penentangan luas dari berbagai kelompok sosial. Koalisi sosial bermunculan hampir bersamaan dengan tumbuhnya aksi protes di mana-mana.
Dalam tiga hari terakhir, sebuahperlawanan massal diorganisir secara bersama-sama oleh mahasiswa, pelajar SMU, guru, dan pedagang. Mereka mendatangi kantor parlemen setempat, untuk mengartikulasikan tuntutan politik mereka; pencopotan walikota.
Pada hari pertama, 16 November 2009, lebih dari 500 orang dari Koalisi Rakyat Siantar (KORAS) menguasai halaman depan gedung parlemen setempat. Mereka menuntut anggota parlemen ini segera bersikap dan menunjukkan dukungannya kepada gerakan massa. Namun, parlemen yang didominasi oleh partai demokrat memilih tidak bersikap dan mempertahankan status quo.
Pada hari kedua, dukungan yang datang terus meningkat. Kali ini muncul dukungan dari para sopir angkot, yang kepentingannya juga ditindas oleh sang walikota. Oposisi sosial tentunya berkembang luas, membawa situasi politik Siantar pada “titik didihnya”. Koalisi oposisi sudah mengultimatum, bahwa mereka akan melakukan aksi protes hingga lima hari mendatang.
Pertemuan Kepentingan
Apa yang perlu dicatat dari pergolakan ini adalah bertemunya kepentingan berbagai sektor sosial di Kota Siantar, yakni mereka-mereka yang selama ini turut dirugikan oleh kebijakan pemerintah kota. Ada berbagai sektor sosial yang saling mengadu kepentingan di sini, diantaranya mahasiswa, pelajar, guru, pedagang, dan sopir angkot.
Di kalangan pelajar, walikota Siantar RE. Siahaan diasosiasikan dengan pejabat lokal yang menentang kemajuan pendidikan. Pada bulan Juli 2009 lalu, Walikota berusaha meruislag sekolah SMAN 4 Pematangsiantar, dan berakhir dengan kericuhan. Walikota mengirimkan ratusan aparat kepolisian untuk menindas aksi protes pelajar SMA dan siswa SD.
Ini membuat gerah para pelajar dan pemerhati pendidikan, sebab Siantar dikenal sebagai kota pendidikan di Sumatra Utara. Dengan kejadian ini, reputasi sebagai kota pendidikan kini menjadi kenangan semata.
Soal lainnya adalah penunggakan pembayaran uang insentif bagi para guru dan dana bantuan bagi siswa miskin. Seharusnya, setiap guru atau tenaga pendidik di kota Siantar mendapatkan uang insentif sebesar Rp.50.000 per orang setiap bulan. Namun semenjak RE Siahaan memegang tampuk kekuasaan, para guru ini belum mendapatkan uang insentif tersebut.
Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia (SGSI) Bikman Manalu menegaskan, kebijakan soal uang insentif sebesar Rp.50 ribu tercantum dalam APBD pemrov Sumatera Utara, dan berlaku bagi seluruh kabupaten/ kotadi Sumut. Pihaknya menduga, dana sebesar Rp3,5 miliar itu telah diselewengkan oleh Pemkot Siantar.
Kebijaka nlain Pemkot Siantar yang mengundang protes adalah rencana rehab pasar horas. Rencana ini, menurut pedagang, akan meminggirkan mata pencaharian dan kesempatan mereka untuk berjualan. Terlebih Pemkot tidak menyiapkan alternative berjualan bagi para pedagang pasar horas.
Selain itu, krisis ketidakpercayaan terhadap pemerintah Pemkot Siantar juga mengemuka, sehubungan dengan berbagai dugaan korupsi dan nepotisme. Selain diduga mengkorupsi anggaran dana insentif bagi para guru, walikota dari partai demokrat ini juga diduga mengkorupsi proyek jalan lingkar (ring road).
Belum berhenti di situ. Walikota juga tersangkut kasus CPNS-gate. Berdasarkan data dari USU, sebanyak 19 CPNS tidak sesuai dengan hasil pengumuman yang dikeluarkan oleh pihak Pemko Siantar, sehingga terindikasi KKN. Kasus ini sementara bergulir dan ada rencana untuk dilimpahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pentas amal yang digelar siswa-siswi SMAN 4 Pematang Siantar, 8 November lalu, ribuan orang berkumpul dan memadati konser. Para siswa-siswi tampak sangat bersemangat dengan kehadiran band reggae dari Jakarta, Ras Muhammad dan musisi balada Rizal Abdulhadi.
Kejahatan-kejahatan diatas telah memicu kemarahan dan melahirkan krisis politik. Berbagai sektor sosial yang dirugikan-atau setidaknya terkena dampaknya-mulai mengumpul dalam sebuah oposisi sosial lebar. Mereka sudah mendirikan koalisi politik bernama ‘Koalisi Rakyat Siantar’, disingkat KORAS.
Sejumlah Hambatan
Meskipun sudah berhasil mengumpulkan berbagai sektor yang dirugikan oleh kebijakan Pemkot dalam suatu koalisi politik, tetapi perjuangan rakyat di sana bukan tanpa hambatan. Ada beberapa hambatan besar yang masih menghadang kini:
Pertama, parlemen Siantar saat ini sedang dikuasai kekuatan reaksioner atau kekuatan politik pendukung Walikota, terutama partai Demokrat. Respon “dingin” anggota DPRD terhadap aksi massa merupakan bukti, bahwa mereka tidak mendukung perlawanan sosial ini.
Kedua, media lokal tidak berpihak kepada gerakan rakyat. Saya melihat, media sangat sinis menanggapi aksi massa dan berusaha mendiskreditkannya. Di media “metro siantar, misalnya, kita temukan judul “Show Force Guru Tak Diterge”, memperlihatkan sikap oposisional media terhadap aksi massa. Liputan mengenai kejadian ini didalam pemberitaan media nasional, juga sangat sedikit.
Ketiga, masih minimnya dukungan rakyat secara luas, khususnya dukungan petani, buruh, dan rakyat miskin kota. Gerakan mahasiswa juga belum signifikan, padahal kota ini adalah pusat pendidikan. Meskipun, misalnya, sektor kaum miskin (petani, buruh,kaum miskin kota) turut dikorbankan oleh pemkot, tetapi mereka belum melihat ekspresi dan signifikansi kepentingan mereka dalam gerakan protes beberapa hari ini.
Padahal, belajar dari pengalaman revolusi sosial di beberapa daerah Indonesia, keterlibatan kaum tani dan rakyat miskin bersifat mutlak sebagai kekuatan utama dari revolusi sosial ini.
Keempat, Politik pecah belah terhadap berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan. Saat ini, sejumlah organisasi kemasyarakatan berusaha dirangkul dan dinetralisir oleh walikota. Dengan begitu, dia berharap bisa mengisolasi kelompok perlawanan supaya tidak berkembang luas.
Meskipun tuntutan politik para pemrotes sudah terus melaju; pemecatan walikota. Namun kuantitas massa bisa saja turun seketika, bila tidak segera menemukan dukungan luas dan signifikan dari sektor sosial paling dimiskinkan; petani, buruh, dan miskin kota.
Revolusi Sosial?
Memang betul, bahwa pergolakan politik ini belumlah sampai pada sebuah revolusi sosial, dimana muncul pergantian terhadap struktur politik secara radikal dan kehadiran sebuah tatanan sosial yang baru. Ini memang baru sebatas pergolakan politik–atau semacam refleksi keresahan sosial—dari berbagai kelompok atau sektor sosial yang beragam.
Namun demikian, pergolakan politik rakyat di Siantar akhir-akhir ini perlu digarisbawahi sebab mengandung potensi “ledak”di masa mendatang. Disini, sektor yang melakukan perlawanan sejak awal tidaklah tunggal, tetapi sudah menjadi rangkaian dari berbagai sektor yang berbeda; pelajar, mahasiswa, guru, pedagang, dan sopir angkot.
Kehadiran KORAS, sebagai blok sosial politik untuk menampung sektor sosial yang beragam kepentingan, berarti gerakan perlawanan sudah menemukan motor penggeraknya. Ini, tentu saja, merupakan awalan yang baik bagi kepemimpinan politik perlawanan ke depan.
Seruan untuk menggantikan walikota sudah bergema dan kelihatan menjadi tujuan akhir gerakan ini. Jadi, kalaupun nanti gerakan berhasil dipadamkan untuk sementara, tetapi sebuah investasi untuk gerakan di masa mendatang sudah tersedia.

Tunggakan RASKIN P.Siantar Rp83.590.000


 


“Pemkot P.Siantar  diultimatum segera melunasi tunggakan sebesar Rp83.590.000 sampai akhir 2010. Bila tidak, maka aparat Kejaksaanlah yang menagihnya, dan distribusi raskin tahun 2011 dipastikasn akan di stop pihak Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Sumut,'' ucap Asisten Ekbang Pemprov Sumut, Djaili Azwar didampingi Kadis Pertanian Sumut, Muhammad Roems dalam rapat bersama Komisi B DPRD Sumut, Bulog Divre Sumut, PT Pupuk Sriwijaya, dan PT Petro Kimia Gresik di Lantai VIII Kantor Gubernur Sumut di Medan.
Djaili meminta daerah memokuskan penyelesaian penagihan ini. Karena raskin yang sudah didistribusikan Bulog Divre Sumut ke daerah dengan sistem konsinyasi itu, bila tidak kembali uangnya, maka bisa menyulitkan pengadaan tahun berikutnya.
“Bila kondisi ini masih terus berlangsung, kita sarankan pihak Bulog Divre Sumut memanfaatkan pihak kejaksaaan untuk mengingatkan Walikota P.Siantar agar segera melunasi utang tunggakan raskinnya,” tegas Djaili.
Menurut Kepala Bulog Divre Sumut, Muchtar Saad, tunggakan utang raskin dari 30 kabupaten dan kota itu, awalnya bernilai Rp25 miliar. Namun dalam delapan bulan terakhir, pihak Bulog berhasil menagih piutang sebesar Rp10,7 miliar.
“Masih ada sisa piutang sebesar Rp14,3 miliar lagi. Karenanya, kami berharap bantuan Pemprov Sumut. Bila tidak, terpaksa penagihannya melalui pihak kejaksaan. Karena antara Bulog dan Kejati Sumut sudah menjalin nota kerja sama penagihan piutang raskin,” jelasnya.
Di kesempatan itu, Saad menyarankan agar Pemprovsu mengalokasikan dana pendamping kepada daerah yang sangat minim/kecil APBD-nya.
“Kesulitan selama ini, distribusi raskin dari entry poin ke titik distribusi hanya mampu ditanggulangi Bulog dengan dana yang sudah pas-pasan. Sehingga masih butuh bantuan pendanaan dari Pemprovsu. Karena dari titik distribusi ke Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM), pembiayaannya oleh daerah masih juga belum maksimal dilakukan,” jelasnya.
Ketua Komisi B DPRD Sumut, Layari Sinukaban mengaku setuju dengan saran Bulog itu. Karena tunggakan piutang raskin dari 30 daerah ini bisa berdampak pada tak tercapainya upaya pengentasan rakyat tidak lapar.

DPR : Walikota Siantar Curi Start Pilkada



Mencuri kesempatan itulah yang terjadi saat pilkada akan digelar, banyak para petinggi daerah telah melakukan kecurangan dalam berkampanye, salah satunya di Kota Pematang Siantar Sumatera Utara.
Hampir di setiap sudut kota telah terpampang foto para kandidat yang diusung masing-masing partai yang bertujuan meminta dukungan masyarakat agar terpilih menjadi Walikota Siantar periode 2010 -2015, yang rencananya Pilkada di Siantar akan digelar bulan Mei mendatang.
Anehnya Pejabat daerah yang masih menjabat pun ikut mengambil bagian, salah satunya Walikota Siantar periode (2005-2010) RE Siahaan yang akan ikut serta dalam pilkada (2010-2015) tampaknya sudah mencuri start dalam kampanye, karena hampir disetiap Balliho yang berada di sekitar jalan protocol kota Siantar di penuhi wajah sang Walikota bersama Presiden SBY terkesan adanya dukungan dari sang Presiden, bukankah ini merupakan salah satu kampanye terselubung???
Melihat banyaknya balliho yang bergambarkan wajah sang penguasa kota Pematang Siantar, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Ramadhan Pohan, merasa tercengang dengan banyaknya poster foto tersebut. “ Ini sudah merupakan salah satu hal yang mencolok dalam pemampangan foto tersebut, seakan-akan RE Siahaan menguasai kota Siantar,” jelas Ramadhan Pohan saat dimintai penjelasannya seputar pilkada kota Siantar. “ Walikota Siantar sudah mencuri start,” tambah Ramadhan yang juga putra daerah asal Pematang Siantar. Yang jadi persoalan saat ini apakah RE Siahaan benar-benar sudah memenuhi pajak pendapatan daerah perihal pemasangan Balliho di setiap jalan protokol kota Siantar?

Ratusan pemuda-pemudi mengikuti lomba paduan suara dan vokal group

Ratusan pemuda-pemudi mengikuti lomba paduan suara dan vokal group Hulman Sitorus SE-Drs Koni Ismail Siregar (HOKI), di Wisma Tama, Jalan
Sisingamangaraja, Kelurahan Bah Kapul, Siantar Utara, Jumat (28/5). Ketua panitia, Michael, mengatakan, acara tersebut diikuti 6 kontingen untuk paduan suara, 5 kontingen untuk vokal group, dan masing-masing kontingen beranggotakan 20 orang lebih.
Selain pertunjukan paduan suara dan vokal group, sumbangan vokal solo dan tarian oleh para pemuda-pemudi kota Siantar juga menambah serunya acara tersebut.
Setelah melewati tahap penjurian yang cukup ketat, akhirnya diputuskan beberapa juara. Untuk paduan suara, Prodeo at Patria meraih juara I, diikuti Smart Voice di tempat kedua, dan Gloria Voice di urutan ketiga. Sementara untuk vokal group, juara pertama diraih TFT Voice, juara II HKBP Siantar Timur, dan juara III Prodeo Voice.
Secara khusus, Hulman Sitorus dan Koni Ismail didampingi istri didaulat memberikan hadiah kepada para pemenang.
Dalam sambutannya, Hulman Sitorus S.Emengatakan akan serius mengembangkan bakat kaum muda. "Bakat-bakat yang dimiliki oleh para pemuda tidak akan tertanam begitu saja. Kami nantinya akan melakukan pengembangan bakat para kaum muda, di mana bisa menjadikan orang tersebut semakin besar oleh karena bakat yang dimilikinya," jelas Hulman.

Hulman Sitorus S.E juga mengatakan akan memberikan perhatian yang besar tehadap kaum muda, terutama di bidang pendidikan. Sebab kaum muda adalah generasi pemimpin kota Siantar, bahkan bangsa nantinya.

Ribuan Siswa Demo ke DPRD Siantar


(METRO/F/Pala Silaban)
 Siswa merobohkan gerbang masuk DPRD

Tidak kurang dari 5000 orang siswa-siswi SMA se Kota Pematangsiantar, Selasa (25/5) melakukan aksi unjuk rasa damai di kantor DPRD dan Rumah Dinas Walikota Pematangsiantar. Aksi unjuk rasa didampingi para guru menolak ruislagh SMA Negeri 4 Jl Pattimura yang dilakukan oleh Pemko Pematangsiantar dan mengembalikan proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
Aksi unjuk rasa yang diikuti siswa-siswi dari 32 SMA swasta serta siswa-siswi SMAN 4 maupun para guru didukung oleh Dewan Pendidikan Kota Pematangsiantar Drs.H.Armaya Siregar, Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Pematangsiantar Ki Suharto serta elemen masyarakat seperti Yayasan Pendidikan Perguruan Swasta dan Negeri Pematangsianatar dan Persatuan Pedagang Pasasr Terbuka Pasar Horas (P3TPH).
Lebih dari satu jam siswa-siswi, guru maupun para pedagang melakukan orasi di halaman kantor DPRD Pematangsiantar namun  tidak satupun anggota dewan datang ke kantor itu. Namun beberapa saat kemudian anggota dewan dari komisi I seperti  Ibnu Habrani (ketua komisi I) dan Ir. Rudolf M Hutabarat  terlihat memasuki halaman kantor dewan. Meski menginginkan kehadiran ketua DPRD untuk menerima langsung para pengunjuk rasa akhirnya mereka bersedia juga hanya diterima oleh anggota dewan.
Sempat terjadi perdebatan antara Ketua Dewan Pendidikan Kota Pematangsiantar Drs.H.Armaya Siregar dengan anggota DPRD Ir.Rudolf M.Hutabarat dimana Dewan Pendidikan dan para pengunjuk rasa minta agar DPRD mau menghubungi ketua DPRD P.Siantar Marulitua Hutapea, SE agar hadir ditengah-tengah para pengunjuk rasa. Namun hal itu tidak bisa dilakukan Ir. Rudolf M. Hutabarat. Setelah sepakat dengan para pimpinan elemen pengunjuk rasa akhirnya anggota DPRD setuju melakukan pertemuan di ruang sidang dewan.
Dalam pertemuan di ruang sidang satu persatu anggota DPRD datang. Tercatat tujuh orang anggota DPRD hadir pada kesempatan itu diantaranya Timbul Lingga,SH (wakil ketua DPRD), Ibnu Habrani (ketua komisi I), Ir. Rudolf M.Hutabarat, Rudy Wu, Maurit Siahaan, Tumpal Sitorus, dan Bastian Sinaga.Ketua Dewan Pendidikan Kota Pematangsiantar Drs.H. Armaya Siregar menyampaikan pernyataan sikap bersama menolak ruislagh SMA Negeri 4 Jalan Pattimura No. 01 Pematangsiantar, dan mengembalikan proses belajar mengajar ke Jalan Pattimura tanpa perpecahan antar siswa siswi, antar guru, dimana SMA Negeri 4 yang dibentuk di Jalan Gunung Sibayak adalah illegal.
Selanjutnya menyatakan penerimaan siswa/i baru tahun ajaran 2010/2011 hanya di SMA Negeri 4 Jl. Pattimura No. 01 Pematangsiantar bukan di jalan Gunung Sibayak. Sebab keputusan Mendiknas RI dan keputusan Diknas Provinsi Sumatera utara yang sah sampai dengan sekarang adalah SMA Negeri 4 Jalan Pattimura No. 01 Pematangsiantar. Menolak surat sakti, titipan dan segala bentuk rrekomendasi untuk masuk sekolah negeri, dimana rasio kelas penerimaan siswa/i baru adalah 32 orang/kelas atau perombongan belajar untuk sekolah negeri.
Menghentikan pendirian SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 6 serta penerimaan siswa/i baru untuk SMA Negeri 5 sebab perguruan swasta sepenuhnya dapat menampung siswa/i tamatan/lulusan SLTP Kota Pematangsiantar. Bila pendirian SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 6 dilanjutkan maka sekolah swasta yang selama ini memberikan kontribusi kepada pemerintah dan masyarakat akan tutup dan mengakibatkan pengangguran para guru-guru swasta.
Menolak segala bentuk penggusuran paksa khsusunya penggusuran pedagang Pasar Horas yang mengakibatkan pengangguran dan putus sekolah anak-anak pedagang pasar Horas., dan minta ditempatkan pada lapak yang layak di bangunan pasar Terbuka Pasar Horas.Selanjutnya pengunjuk rasa minta penegakan hukum dilakukan terhadap pelanggar hukum, tindak pidana korupsi yang ada ditanganPolresta dan Kejaksaan Pematangsiantar, serta kasus-kasus RE Siahaan selaku Walikota Pematangsiantar tentang bantuan sosial, ring road, CPNS Gate, temuan BPK APBD 2006, 2007, 2008 senilai Rp. 42 milyar serta kasus-kasus pengudan massyarakat tentang pedagang pasar Horas dan SMA Negeri 4 Pematangsiantar.
Menanggapi pernyataan sikap tersebut Ir. Rudolf M Hutabarat menyatakan komisi I DPRD yang baru belum pernah membahas tentang kelanjutan ruislagh SMA Negeri 4, kalaupun ada riak-riak tentang hal itu mungkin peninggalan DPRD sebelumnya. Komisi I katanya tidak akan melanjutkan ruislagh SMA Negeri 4 kalau tidak sesuai dengan perundang-undangan. DPRD katanya sudah berusaha melakukan proses normalisasi SMA Negeri 4  dengan melakukan belajar mengajar satu atap.
Namun tidak dijelaskan proses normalisasi tersebut dilakukan di SMA Negeri 4 Jl. Pattimura atau Jl. Gunung Sibayak. Hal itu mendapat protes dari para pengunjuk rasa  karena SMA Negeri 4 maupun sekolah-sekolah swasta sudah diobok-obok tetapi para anggota DPRD P.Siantar tetap diam.
Dalam pertemuan di ruang sidang empat orang dari tujuh anggota DPRD yang hadir mendukung pernyataan sikap para pengunjuk rasa dengan menandatangani surat pernyataan dukungan, yakni wakil ketua DPRD Timbul Lingga, SH, Ibnu Habrani, Tumpal Sitorus dan Bastian Sinaga. Sementara tiga anggota dewan yang diketahui berasal dari fraksi Demokrat tidak mau ikut menandatangani.    Meski satu jam lebih melakukan dialog di ruang sidang namun tidak ada hasil yang diperoleh para pengunjuk rasa. Akhirnya dengan didampingi tiga anggota DPRD yakni Timbul Lingga, SH, Tumpal Sitorus dan Bastian Sinaga para pengunjuk rasa berjalan kaki menuju rumah dinas Walikota di Jl Kapten MH. Sitorus.
Disana para aksi orasi dan menyampaikan pernyataan sikap juga dilakukan. Namun Walikota Ir. RE Siahaan tidak keluar dari rumah dinas itu. Karena tidak ada yang menyambut maka pernyataan sikap hanya digantungkan dipagar rumah dinas.Ketika aksi unjuk rasa di lakukan di rumah dinas Walikota, terlihat Kadis Penjar Kota Pematangsiantar Drs. Jonson Simanjutak, MSi menemui para pengunjuk rasa namun ditolak karena dianggap tidak berkompeten.

Wali Kota Pematang Siantar Berpotensi Rugikan Negara Rp 15 Miliar 
Wali Kota Pematang Siantar RE Siahaan berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 15 miliar jika tetap memaksakan untuk melanjutkan proses tukar guling SMA 4 dan SD 122350. Hasil tim investigasi yang dibentuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menemukan terjadi perbedaan harga yang cukup mencolok antara hasil taksiran nilai aset dari perusahaan appraisal yang ditunjuk Pemerintah Kota Pematang Siantar dengan, perhitungan tim investigasi.
"Ada perbedaan taksiran nilai aset, antara perhitungan kami dengan perhitungan perusahaan appraisal PT Procon yang ditunjuk Pemkot Pematang Siantar. Selisih perhitungan nilai aset ini mencapai Rp 15 miliar. Kami menemukan perhitungan yang dipakai PT Pr ocon menilai aset milik pemerintah masih di bawah NJOP (nilai jual obyek pajak), sementara tanah dan bangunan dari pihak ketiga dihitung di atas NJOP," ujar Ketua Tim Investigasi Nurdin Lubis di Medan.
Nurdin yang juga Kepala Inspektorat Wilayah Sumut mengungkapkan, taksiran nilai untuk tanah dan bangunan SMA 4 dan SD 122350 sangat jauh dari nilai sebenarnya. Kalau dari aspek ekonomis, tukar guling ini jelas merugikan keuangan pemerintah, katanya.
Namun Nurdin menolak berkomentar saat ditanya apakah RE Siahaan bisa dijerat pasal UU Tindak Pidana Korupsi jika tetap memaksakan tukar guling. Sebaiknya jangan berandai-andai karena Pemprov Sumut sudah memberikan rekomendasi agar Wali Kota menghentikan proses tukar guling, kata Nurdin.
Meski meminta dihentikan, Nurdin mengatakan, Pemprov Sumut tak menghalangi proses tukar guling yang diinginkan Pemkot Pematang Siantar. Menurut dia, jika Wali Kota ingin proses tukar guling diteruskan, maka semua harus dimulai dari awal. Karena sudah menyalahi prosedur dan secara ekonomis juga merugikan. Maka kalau mau tukar guling dilanjutkan, Pemkot Pematang Siantar harus mengulang prosesnya dari awal. Semua pemangku kepentingan juga harus diajak bicara, dari komite sekolah sampai guru, katanya.
Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Provinsi Sumut Eddy Syofian yang juga salah satu anggota tim investigasi menuturkan, hendaknya Wali Kota Pematang Siantar mematuhi rekomendasi Pemprov Sumut. Ini karena kami merupakan wakil dari pemerintah pusat, ujarnya.
Dia mengungkapkan, hasil rekomendasi lainnya adalah seluruh murid SMA 4 dan SD 122350 harus dikembalikan ke gedung yang lama. Termasuk sebagian siswa SMA 4 yang sudah sempat belajar di gedung sekolah yang baru. Karena proses tukar guling ini diminta dihentikan, maka seluruh siswa harus kembali belajar di tempat yang lama, ujarnya.
Selain berpotensi merugikan keuangan negara, tim investigasi juga menemukan bangunan sekolah baru yang dibangun oleh pihak ketiga ternyata tak sesuai dengan standar bangunan sekolah yang ditentukan Departemen Pendidikan Nasional. Hasil investigasi kami juga menemukan, ternyata bangunan yang didirikan pihak ketiga masih belum memenuhi standar bangunan sekolah yang ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional, kata Nurdin.

Empat fraksi DPRD Pematangsiantar lakukan aksi walk out

Selasa, 25 May 2010 10:02
Empat fraksi DPRD Pematangsiantar lakukan aksi walk out (boikot) terhadap pasangan calon walikota dan wakil walikota nomor urut 2, Ir RE Siahaan dan H Burhan Saragih, pada sidang paripurna istimewa penyampaian visi dan misi pasangan calon, sebagai tanda kampanye perdana.

Aksi boikot dilakukan terhadap pasangan calon incumbent tersebut dilakukan sebagai bentuk protes. Karena Ir RE Siahaan, sebagai calon walikota dan juga Walikota Pematangsiantar, dinilai sejumlah anggota dewan yang memboikot, melanggar undang undang (UU) nomor 49 tahun 2008, tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah.

Di ruang sidang dewan, sedikitnya 21 anggota DPRD dari Fraksi PAN, Fraksi Kebangsaan, Fraksi Peduli Karya Nurani dan Fraksi PDIP memboikot Ir RE Siahaan, ketika akan membacakan visi dan misinya di hadapan sidang paripurna untuk itu. Dua Wakil Ketua DPRD, Timbul Marganda Lingga dari Fraksi PDIP dan Zainal Purba dari Fraksi PAN, juga turut serta memboikot Ir RE Siahaan, pada sidang kemarin. Sehingga yang tertinggal di dalam ruang sidang, hanya 7 anggota dewan saja.

EB Manurung, anggota DPRD dari Fraksi Kebangsaan mengatakan, pasal 3 UU nomor 49 tahun 2008, dinyatakan, kepala daerah yang mencalonkan kembali, harus menyampaikan laporan pemerintahan selama 5 tahun dan laporan keterangan pertanggingjawaban tahunan kepada DPRD, sebelum 30 hari berakhirnya masa jabatan.

"Karena Ir RE Siahaan tidak memenuhi ketentuan undang-undang itulah, membuat dua puluhan, dari 30 anggota dewan melakukan aksi walk out, ketika calon incumbent tersebut menyampaikan visi dan misi," ujar EB Manurung dengan lantang, pada sidang paripurna istimewa dewan.

Usai berkata demikian, EB Manurung diikuti puluhan anggota dewan lainnya, meninggalkan ruangan sidang. Uniknya, selepas Ir RE Siahaan menyampaikan visi dan misinya, anggota dewan yang walk out tadi, kembali ruang sidang, untuk mengikuti lanjutan sidang paripurna istimewa tersebut.

Sementara itu, di saat kampanye perdana dalam bentuk arak arakan, sejumlah pasangan calon walikota dan wakil walikota, terkesan "berlomba lomba" melanggar kesepakatan di antara mereka dengan KPU.

Sesuai kesepakatan, setiap pasangan calon, pada arak-arakan, hanya diperkenankan menggunakan 5 kendaraan roda 4, 10 kendaraan roda 3 dan 5 kendaraan roda 2. Namun faktanya, meski sudah berulang kali diingatkan anggota KPU Pematangsiantar, Amril Zein, namun tetap saja pasangan nomor urut satu (1), dua (2), empat (4), tujuh (7), dan nomor urut sepuluh (10) melanggar kesepakatan itu, dengan menggunakan sepeda motor lebih dari 5 di saat arak-arakan berlangsung.

Terkait pelanggaran itu, Ketua KPU Kota Pematangsiantar Raja Ingat Saragih meminta wartawan menginformasikan pelanggaran yang dilakukan setiap pasangan calon, agar masyarakat bisa menilai dan memberikan hukuman sosial terhadap pasangan yang melanggar kesepakatan.

Sedangkan Ketua Panwaslukada, Fetra C Tumanggor, setelah mendapat informasi adanya PNS dan anak anak diikutsertakan berkampanye (arak arakan), dengan tegas meminta setiap pasangan calon, supaya tidak melibatkan PNS dan anak anak. Jika tidak, maka hal itu merupakan pelanggaran kampanye. Sehingga bisa berdampak terhadap pencalonan masing masing calon walikota dan wakil walikota.

Penertiban tersebut tanpa koordinasi dengan Panwaslukada dan juga KPUD.

Panwaslukada Pematangsiantar menyalahkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang menertibkan alat peraga kampanye pasangan calon wali kota-wakil wali kota, Rabu (26/5) malam. Penyebabnya, penertiban tersebut tanpa koordinasi dengan Panwaslukada dan juga KPUD.
Anggota Panwaslukada, Darwan Saragih kemarin mengatakan pihaknya telah menerima laporan dari Panwas Kecamatan Siantar Martoba tentang adanya pengerusakan yang dilakukan Satpol PP terhadap ratusan alat peraga kampanye beberapa pasangan calon wali kota dan wakil wali kota.
"Kami telah melakukan pleno Panwas setelah mendapatkan pengaduan dan mengumpulkan fakta. Hasilnya tindakan tersebut (pengerusakan, red) adalah (tindak) pidana! Sebenarnya panwas telah melakukan dokumentasi terhadap seluruh alat peraga kampanye yang menyalahi aturan. Namun sampai saat ini laporan tersebut belum rampung, sehingga belum dapat diambil tindakan eksekusi yang akan dikoordinasikan dengan Satpol PP," terangnya.
Lebih lanjut Darwan menjelaskan, tindakan yang dilakukan Satpol PP terlalu terburu-buru dan tidak menunggu Panwas. Padahal Panwas harus memastikan seluruh pasangan calon mendapat perlakuan yang sama untuk memasang alat peraga dan perlakuan lainnya yang menyangkut pemilukada.
"Maka koordinasi antara Satpol PP, Panwas, dan KPUD dalam hal penertiban bertujuan agar seluruh pasangan calon benar-benar mendapat perlakuan yang sama. Apalagi dengan majunya calon wali kota incumbent," kata Darwan .
Ketua KPUD Pematangsiantar, Siantar Rajaingat Saragih meminta Satpol PP tetap melakukan koordinasi dengan Panwas dan KPUD dalam penertiban alat peraga untuk mencegah konflik di lapangan. Waktu penertiban, katanya, juga harus dihindarkan malam hari untuk menjaga kesan-kesan negative.
Sesuai SK Wali Kota
Kepala Kantor (Kakan) Satpol PP Pematangsiantar, Mahadin Sitanggang SH, mengatakan, penertiban alat peraga kampanye dilakukan karena melihat perkembangan pemasangan alat peraga telah banyak melanggar Surat Keputusan (SK) Wali Kota Siantar NO.270-693/WK-Tahun 2010 tentang Penetapan Lokasi Kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Siantar.
"Selain menetapkan lokasi kampanye rapat umum, SK Wali Kota juga memuat aturan tentang lokasi yang tidak dapat dipasang alat peraga kampanye, yakni kantor pemerintah, BUMN, rumah ibadah, fasilitas umum, rumah dinas, tempat pelayanan kesehatan, dan banyak tempat yang dilarang untuk memasang atau menempel alat peraga. Jalan protokol juga tidak diperbolehkan untuk pemasangan alat peraga seperti Jalan Merdeka dan Sutomo, kecuali di papan reklame atau billboard. Sedangkan jalan-jalan yang lain seperti Jalan Ahmad Yani, Jalan Medan, Jalan Asahan, dan jalan-jalan setingkatnya dapat dipasang alat peraga, tetapi tidak boleh melintang.
Lebih lanjut Mahadin menambahkan, pohon, tiang listrik, dan tiang telepon juga dilarang ditempel dengan cara memakukan materi, khususnya pohon, karena dapat merusak pohon dalam jangka lama.
"Selama ini penertiban memang menjadi rutinitas Satpol PP. Ketika dipertimbangkan telah banyak materi alat peraga yang dipasang melanggar aturan, terutama yang dipakukan ke pohon, maka dilakukan penertiban. Sebelum penertiban, kami telah koordinasi dengan Panwaslukada Kota Siantar melalui Ketua Fetra C Tumanggor untuk melakukan penertiban bersama. Tetapi karena alasan sibuk, panwas tidak dapat hadir," katanya.
Saat penertiban, puluhan tim sukses (TS) dan simpatisan calon wali kota melakukan protes. Ratusan alat peraga berbagai ukuran yang telanjur dibongkar dan dimasukkan ke mobil patroli, akhirnya diturunkan oleh simpatisan dan penertiban dihentikan.
Sedikitnya 252 alat peraga kampanye ditertibkan di sepanjang Jalan Medan. Masing masing, 153 milik pasangan Ir Mahrum Sipayung MS-Evra Sassky Damanik SSos (MARSADA), 4 milik pasangan Ir RE Siahaan-H Burhan Saragih, 15 milik pasangan Prif Poltak Sinaga-Jalel Saragih, dan 1 baliho milik pasangan M Heriza Syahputra-Horas Silitonga. Saat melakukan penertiban, anggota Satpol PP mengunakan mobil dinas BK 123 W dan mobil patroli serta dipimpin langsung Kakan Satpol Mahadin Sitanggang.
Anggota KPU Batara Manurung, bersama Ketua Panwaslukada Fetra C Tumanggor, dan sejumlah tim pemenangan masing-masing pasangan calon yang tiba di lokasi penertiban, mengaku sangat menyayangkan tindakan Satpol PP.
Sebelumnya Kakan Satpol PP, Mahadin Sitanggang mengatakan kepada Batara dan sejumlah masyarakat tindakan mereka berdasarkan surat perintah Panwas.
Fetra C Tumanggor mengaku tidak pernah memerintahkan Satpol PP menertibkan baliho.
"Kalau kami ingin menertibkan alat peraga kampanye, kami menyurati seluruh pasangan calon. Penertiban yang dilakukan oleh sejumlah Satpol PP sangat tidak dibenarkan!" tukas Petra.

Rabu, 21 April 2010

Calon Walikota P.Siantar Ikrar Pilkada Damai

10 Pasangan Calon Walikota/Wakil Walikota Pematang Siantar sepakat mengikrarkan pelaksanaan  Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada)  dengan damai dan aman  dan kondusip, hal tersbut  terlihat dalam  pengucapan ikrar dan penandatanganan  kesepakatan Pilkada damai  yang berlangsung di halaman Mapolresta Pematang Siantar.

Kapolresta Pematang Siantar AKBP Fatory, SIK dalam sambutannya mengatakan  agar kiranya  pelaksanaan Pilkada  di Pematang Siantar berlangsung  dengan damai, aman dan kondusip.

Diharapkan kepada seluruh pasangan calon  yang bertarung dalam pemilukada  harus mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan menjunjung tingggi sportifitas, dan siapapun nantinya yang bakal menjadi pemenang adalah merupakan pilihan terbaik dari masyarakat kota Pematang Siantar.

"Diharapkan seluruh masyarakat kiranya pelaksanaan pemilukada di Pematang Siantar dapat berlangsung secara demokratis, aman dan kondusif," kata Kapolres.

Pemilukada di Siantar

Euforia pemilu kepala daerah di Kota PematangsiantarTahun 2010 tidak saja melanda para calon dan tim sukses, tapi juga menghantui para pegawai negeri sipil (PNS) di jajaran Pemko Pematangsiantar.


PILKADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG

Kantor-kantor SKPD yang biasanya ramai, beberapa hari belakangan mendadak sepi termasuk Sekretariat Daerah Kota Pematangsiantar.

Hal itu disinyalir terjadi karena pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota Pematangsiantar yang biasanya mengerahkan massa, termasuk oknum–oknum PNS.
Salah seorang staf di kantor Sekda Pemko Pematangsiantarmengatakan, “Bapak pergi sejak pagi dengan alasan mau ke kantin, tapi sampai sekarang belum kembali. Banyak tamu menunggu, datang saja besok,” katanya.

Ketua Komisi I DPR Pematangsiantar Ibnu Harbani mengatakan, posisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) harusnya netral dan itu tersebut berlaku di seluruh daerah termasuk Kota Pematangsiantar.
“PNS harus mampu menunjukkan diri sebagai aparatur negara tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Jika PNS masih mau dimobilisasi calon wali kota, maka mental dan kebebasan oknum PNS tersebut masih terjajah,” katanya.

Incumbent Walikota Siantar Harus Mundur

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, terus berjuang mengupayakan aturan bahwa seorang calon kepala daerah  incumbent harus mengundurkan diri dari jabatannya. Meski undang-undang yang mengatur hal tersebut pernah ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu silam, Gamawan berasalan aturan itu bisa menjadikan biaya Pemilukadaisa lebih efektif.pemilukada


Mantan Gubernur Sumatera Barat ini mengatakan, banyak hal menyimpang jika seorang seorang calon incumbent tidak meninggalkan jabatannya terlebih dulu. Menurutnya, potensi penyelewengan yang dilakukan  incumbent tersebut sangatlah besar.
Misalnya menggunakan kekuasaannya untuk melakukan promosi terselubung, penggunaan APBD sebagai dana promosi dan lain sebagainya. Gamawan mencontohkan, kini banyak sekali baliho-baliho incumbent yang disamarkan berisi anjuran kepada warganya. Tapi fotonya sangat besar dan diduga itu adalah cara untuk mencari dukungan. “Fotonya 80 persen, tapi imbuannya hanya 20 persen,” kata Gamawan saat ditemui di sela seminar Mewujudkan Efisiensi Biaya Kampanye dalam Pilkadadi aula Lembaga Administrasi Negara, Rabu (14/4).
Tak hanya itu, yang memprihatinkan adalah para incumbent itu memberikan instruksi kepada kepala-kepala dinasnya untuk membuat poster, atau baliho-baliho tersebut. Padahal, papar Gamawan, biaya pembuatan poster itu semuanya berasal dari APBD. Inilah yang membuat kecenderungan APBD membengkak. “Tapi hukum belum bisa menjangkau ini,” kata menteri berkumis tebal ini.
Karenanya kini Gamawan telah mempersiapkan aturan tersebut. “Saya sudah diskusi sama kawan-kawan. Memang ada pendekatan lain, tapi yang penting isinya sama,” ujar mantan Bupati Solok, Sumatera Barat itu.
Seperti diketahui, Pasal 58 huruf q UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan pengundurun diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya untuk bisa maju kembali dalam Pemilukada.
Namun akhirnya penerapan pasal tersebut ditolak oleh MK. MK menganggap pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum atas masa jabatan kepala daerah yakni lima tahun dan sekaligus menimbulan perlakuan yang tidak sama antar sesama pejabat negara. Sehingga tidak sesuai dengan Pasal 28 (d) ayat 1 UUD 1945.

75 Pendeta doakan Pasangan HOKI

Hamba-hamba Tuhan ( Pendeta ) kota Pematangsiantar mengadakan satu acara doa untuk mendukung Drs. Hulman Sitorus menjadi calon Walikota Pematangsiantar yang akan maju dalam Pilkada 09 Juni 2010 mendatang. Drs. Hulman Sitorus yang berpasangan dengan Drs. Koni Ismail Siregar sebagai calon Wakil Walikota mendapatkan dukungan  dan dipercaya  para hamba Tuhan untuk menjadi pemimpin kota Pematangsiantar. Dengan diadakannya acara doa ini menunjukkan kalau beliau juga sangat mengharapkan campur tangan Tuhan karena manusia boleh berencana tapi Tuhan yang menjadikannya.  Acara yang berlangsung Rabu, 24 Maret 2010 sekitar pukul 09.00 s/d 11.00 Wib di tempat kediamannya di Jl. Mual Nauli ini di hadiri oleh para pendeta yang bersehati untuk memberikan dukungan spirit kepada Drs. Hulman Sitorus dengan harapan dan optimisme yang besar bahwa putra daerah Pematangsiantar ini akan berhasil memenangkan Pemilihan Kepala Daerah dan menjadi Walikota Pematangsiantar yang lebih baik dari yang sebelumnya tentunya pemimpin kota yang akan berpihak pada masyarakat dengan memprioritaskan kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik bagi kota Pematangsiantar.
Pantauan SHR,  Ada berkisar  75  Pendeta berbagai Denominasi yang turut mendukung dan bahkan setiap hari secara bergilir  mengadakan doa untuk kemenagan  Pasangan yang disebut HOKI, Pdt Drs CH Aruan dari GBI didampingi Pdt Esron Situmorang STh (GEPKIN),mengatakan adapun ibadah Menara Doa  diadakan sampai tiga hari setelah hari H pemilu agar Tuhan juga menjauhkan Niat-niat yang tidak baik dan praktek-praktek kecurangan  dalam pilkada kota pematang siantar. (sianturi / pasaribu)