Rabu, 21 April 2010

Incumbent Walikota Siantar Harus Mundur

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, terus berjuang mengupayakan aturan bahwa seorang calon kepala daerah  incumbent harus mengundurkan diri dari jabatannya. Meski undang-undang yang mengatur hal tersebut pernah ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu silam, Gamawan berasalan aturan itu bisa menjadikan biaya Pemilukadaisa lebih efektif.pemilukada


Mantan Gubernur Sumatera Barat ini mengatakan, banyak hal menyimpang jika seorang seorang calon incumbent tidak meninggalkan jabatannya terlebih dulu. Menurutnya, potensi penyelewengan yang dilakukan  incumbent tersebut sangatlah besar.
Misalnya menggunakan kekuasaannya untuk melakukan promosi terselubung, penggunaan APBD sebagai dana promosi dan lain sebagainya. Gamawan mencontohkan, kini banyak sekali baliho-baliho incumbent yang disamarkan berisi anjuran kepada warganya. Tapi fotonya sangat besar dan diduga itu adalah cara untuk mencari dukungan. “Fotonya 80 persen, tapi imbuannya hanya 20 persen,” kata Gamawan saat ditemui di sela seminar Mewujudkan Efisiensi Biaya Kampanye dalam Pilkadadi aula Lembaga Administrasi Negara, Rabu (14/4).
Tak hanya itu, yang memprihatinkan adalah para incumbent itu memberikan instruksi kepada kepala-kepala dinasnya untuk membuat poster, atau baliho-baliho tersebut. Padahal, papar Gamawan, biaya pembuatan poster itu semuanya berasal dari APBD. Inilah yang membuat kecenderungan APBD membengkak. “Tapi hukum belum bisa menjangkau ini,” kata menteri berkumis tebal ini.
Karenanya kini Gamawan telah mempersiapkan aturan tersebut. “Saya sudah diskusi sama kawan-kawan. Memang ada pendekatan lain, tapi yang penting isinya sama,” ujar mantan Bupati Solok, Sumatera Barat itu.
Seperti diketahui, Pasal 58 huruf q UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan pengundurun diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya untuk bisa maju kembali dalam Pemilukada.
Namun akhirnya penerapan pasal tersebut ditolak oleh MK. MK menganggap pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum atas masa jabatan kepala daerah yakni lima tahun dan sekaligus menimbulan perlakuan yang tidak sama antar sesama pejabat negara. Sehingga tidak sesuai dengan Pasal 28 (d) ayat 1 UUD 1945.

0 komentar:

Posting Komentar